Jakarta, Ungkapfakta.info -
Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan sejumlah hasil Pilkada 2024 di 24 daerah. MK pun memerintahkan pemungutan suara ulang alias pencoblosan ulang karena banyak sekali permasalahannya. Karena putusan ini, beberapa pihak mempertanyakan keprofesionalan KPU.
Keputusan ini dibacakan di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2025). Ada beberapa permasalahan yang terjadi hingga hasil Pilkada di sejumlah daerah terpaksa dibatalkan.
Salah satu masalahnya adalah calon kepala daerah yang didiskualifikasi. Sebut saja yang terjadi di Boven Digoel.
Calon Bupati Boven Digoel nomor urut 3 Petrus Ricolombus Omba didiskualifikasi karena menyembunyikan statusnya sebagai mantan terpidana. Dalam pertimbangannya, MK menilai surat keterangan tidak pernah dipidana yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Merauke tidak sesuai dengan riwayat hukum Petrus.
Padahal Petrus pernah dipidana di Pengadilan Militer. Uniknya, Petrus didiskualifikasi meski telah dinyatakan menang Pilkada oleh KPU Boven Digoel.
Kemudian, ada juga calon bupati Gorontalo, Ridwan Yasin. Ia padahal masih berstatus terpidana dan belum selesai menjalani masa percobaan selama satu tahun.
Tapi, Ridwan nekat maju Pilgub Gorontalo. Meski pada akhirnya, kenekatannya berakhir dengan diskualifikasi.
Cerita berbeda datang dari Pilkada Palopo. Ijazah paket C yang dijadikan dokumen pencalonan Cawalkot Trisal Tahir ternyata palsu.
Dokumen ijazah Paket C dari PKBM Uswatun Hasanah atas nama Trisal Tahir tidak dapat dipastikan keasliannya. Ada perbedaan pada ijazah Trisal jika dibandingkan dengan ijazah lain yang diterbitkan oleh lembaga yang sama.
MK juga mendiskualifikasi sejumlah calon karena ternyata sudah menjabat 2 periode. Mereka yang didiskualifikasi karena persoalan ini antara lain ialah Cabup Tasikmalaya Ade Sugianto, Cabup Kutai Kartanegara Edi Damansyah, dan Cabup Bengkulu Selatan Gusnan Mulyadi.
MK mengatakan para calon itu terbukti telah menjabat sebagai Bupati di daerah masing-masing selama 2 periode, yang seharusnya mereka tidak boleh maju lagi.
Selain 24 daerah diminta untuk pemungutan suara ulang, ada satu perkara rekapitulasi ulang dan satu perkara diminta untuk memperbaiki Keputusan KPU tentang penetapan hasil pilkada. Sedangkan 14 gugatan lainnya tidak dikabulkan MK.
Karena segudang persoalan di atas, tentu ada satu lembaga yang disorot publik. Lembaga itu bernama KPU.
KPU Kena Sentilan dari Sana-Sini
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menanggapi keputusan MK terkait 24 daerah yang mesti dilakukan pencoblosan ulang. Rifqinizamy menyebut pihaknya bakal melakukan evaluasi rekrutmen penyelenggara pemilu.
"Putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan perselisihan hasil Pilkada hari ini, memang mengindikasikan beberapa KPU di tingkatkan kabupaten kota itu bekerja dengan kurang profesional, bahkan lalai baik secara administratif maupun secara hukum untuk menelisik persoalan-persoalan dasar seperti persyaratan administratif calon kepala daerah," kata Rifqi kepada wartawan, Selasa (25/2/2025).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR, Bahtra, meminta KPU kabupaten lebih teliti buntut pencoblosan ulang di 24 daerah. Bahtra menilai ketidaktelitian KPU merugikan pihak yang bertarung.
"Kita berharap, dalam penetapan calon, KPU kabupaten mesti teliti terkait administrasi dan persyaratan calon. Sebab, jika tidak, KPU kabupaten merugikan pihak calon yang sudah bertarung dan menang tapi mereka malah didiskualifikasi karena pertimbangan administrasi," kata Bahtra.
Senada, anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB Indrajaya menyebut KPU dan Bawaslu ceroboh. Berdasarkan asas-asas kode etik penyelenggara pemilu, disengaja atau tidak disengaja, menurut dia, KPU dan Bawaslu harus bertanggung jawab.
"Ini jelas keteledoran KPU dan Bawaslu di tingkat kabupaten, kota dan provinsi itu, maka kami berharap penyelenggara di atasnya dapat melapor ke DKPP. Jangan sampai kejadian serupa terus terulang, hanya keledai yang berulang jatuh ke lubang yang sama," tambahnya.
Sumber: detikNews