Padang Pariaman, Sumatera Barat – Dunia pendidikan di Kabupaten Padang Pariaman kembali diwarnai isu miring. Kali ini, dugaan praktik pungutan liar (pungli) bermodus sumbangan mencuat di SD Negeri 08 VII Koto Sungai Sariak. Seorang guru berinisial Putri Yulia Mandasari, S.Pd, yang merupakan wali kelas VI-2, diduga melakukan pungutan kepada para orang tua murid dengan menggunakan kop surat resmi Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman.
Dugaan pungli ini muncul setelah beredarnya surat yang menggunakan kop resmi pemerintah, ditujukan kepada wali murid, yang meminta sumbangan dalam bentuk kewajiban. Padahal menurut Permendikbud No. 75 Tahun 2016, sumbangan pendidikan harus bersifat sukarela dan tidak mengikat.
-
Putri Yulia Mandasari, S.Pd: Wali Kelas VI-2, diduga sebagai pelaku pungutan.
-
Wali murid: Pihak yang menjadi korban atas permintaan sumbangan wajib tersebut.
-
Dinas Pendidikan Padang Pariaman: Didesak untuk segera melakukan klarifikasi dan investigasi.
-
Pakar hukum dan tokoh masyarakat: Mengkritisi penggunaan simbol negara untuk kepentingan yang belum tentu sah secara hukum.
Belum ada waktu pasti kapan surat itu diedarkan, namun kasus ini mencuat ke publik dan ramai diperbincangkan dalam beberapa hari terakhir di lingkungan masyarakat VII Koto Sungai Sariak.
Peristiwa ini terjadi di SD Negeri 08 VII Koto Sungai Sariak, salah satu sekolah dasar di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Masalah utama terletak pada penggunaan kop surat resmi pemerintah dalam surat permintaan sumbangan. Hal ini menimbulkan kesan bahwa permintaan tersebut bersifat resmi dan wajib, bukan sukarela. Banyak orang tua murid merasa terbebani, terlebih bagi yang mengalami kesulitan ekonomi. Ada pula kekhawatiran bahwa anak mereka akan mendapat perlakuan berbeda jika tidak ikut menyumbang.
Hingga saat ini, pihak SD Negeri 08 VII Koto Sungai Sariak dan Dinas Pendidikan Kabupaten Padang Pariaman belum memberikan klarifikasi resmi. Tokoh masyarakat dan pakar hukum mendesak agar segera dilakukan penyelidikan menyeluruh. Seorang advokat menyatakan, “Jika benar pungutan dilakukan dengan memanfaatkan simbol pemerintah, maka ini bisa masuk kategori pelanggaran hukum dan patut ditindak.”
Media akan terus menelusuri perkembangan kasus ini dan berupaya menghubungi pihak-pihak terkait untuk memastikan kejelasan serta kebenaran dugaan pungli yang telah mencederai semangat pendidikan yang bebas dari tekanan dan paksaan.