JAKARTA, ungkapfakta.info-
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menginformasikan surat panggilan sidang gugatan perdata untuk ahli telematika Roy Suryo dan sejumlah rekannya telah dikembalikan ke pengadilan. Alasannya, ada kesalahan penulisan alamat yang dibuat oleh eks Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) Paiman Raharjo selaku penggugat. Adapun Paiman menggugat Roy Suryo secara perdata terkait kasus ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo. “Jadi (surat panggilan) untuk atas nama Bambang Suryadi Bitor, K.R.M.T. Roy Suryo, dokter Tifauzia Tyassuma, dan Kurnia Tri Royani, Rismo Hasiholan dikembalikan semua,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Sunoto di ruang sidang, Selasa (29/7/2025).
Gugatan perseorangan Majelis hakim menjelaskan, dalam permohonannya, Paiman mencantumkan para tergugat itu tinggal di Kantor Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), Gambir, Jakarta Pusat.
Padahal, para tergugat merupakan perorangan. Majelis lalu bertanya kepada kuasa hukum Paiman, Farhat Abbas, mengenai rencana untuk mengubah alamat tergugat dengan alamat pribadi. “Silakan apakah akan mengajukan perubahan alamat?” ujar Hakim Sunoto. Farhat kemudian menyatakan, pihaknya akan mengubah data alamat para tergugat itu menjadi alamat pribadi paling lambat, Rabu (30/7/2025). Hakim anggota Joko Dwi Atmoko kemudian menjelaskan bahwa perubahan permohonan alamat bisa dilakukan secara online.
“Kapan waktu saudara lakukan perubahan?” tanya hakim Sunoto. “Paling lama besok,” jawab Farhat. Roy Suryo dkk digugat Dalam gugatan ini, Paiman meminta majelis hakim menyatakan Roy Suryo dan kawan-kawan melakukan perbuatan melawan hukum karena tetap menyebut ijazah Jokowi palsu. Dalam gugatan ini, para pihak terkait adalah Eggi Sudjana selaku Tergugat I, Roy Suryo selaku Tergugat II, dokter Tifauzia Tyassuma sebagai Tergugat III, Kurnia Tri Royani sebagai Tergugat IV, Rismon Hasiholan Sianipar sebagai Tergugat V, Bambang Suryadi Bitor sebagai Tergugat VI, dan Hermanto sebagai Tergugat VII. Kemudian, Turut Tergugat I adalah Kabareskrim Mabes Polri, Turut Tergugat II adalah Jokowi, dan Turut Tergugat III adalah Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM).
Paiman meminta majelis hakim memerintahkan Roy Suryo dan kawan-kawannya itu berhenti menuding ijazah Jokowi palsu. Sidang perdana telah digelar kemarin, Selasa (29/7/2025), di PN Jakpus. Namun, dari pihak tergugat, hanya Hermanto yang hadir. Sementara, dari pihak para tergugat hanya hadir kuasa dari Rektor UGM. Kompas.com telah menghubungi kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, untuk meminta tanggapan terkait ketidakhadiran dan pernyataan Paiman, tetapi ia belum merespons. Sementara itu, Roy Suryo juga belum menjelaskan mengenai alasan dirinya tidak hadir pada sidang perdana hari ini.
Paiman klaim telah direstui Jokowi Paiman Rahardjo, mengaku mendapat lampu hijau dari Jokowi untuk menggugat ahli telematika Roy Suryo dan kawan-kawan. Adapun Paiman menggugat Roy Suryo dan enam pihak lainnya karena keberatan dituduh sebagai pihak yang mencetak ijazah palsu Jokowi di Pasar Pramuka, Jakarta Timur. Paiman mengaku, setelah mengajukan gugatan pada 16 Juli lalu, ia menemui Jokowi di kediamannya di Solo, Jawa Tengah, pada 19 Juli. Pada pertemuan itu, Paiman menjelaskan kepada Jokowi bahwa pihaknya mengadukan Roy Suryo dan kawan-kawan ke Polda Metro Jaya dan menggugat secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). “Ya, tidak apa-apa karena ini demi pemulihan nama baik kita, katanya (Jokowi) gitu,” kata Paiman saat ditemui di PN Jakpus, Jakarta, Selasa. Menurut Paiman, Jokowi mendengarkan secara langsung penjelasan yang disampaikan pihaknya. Pembicaraan dilakukan di meja ruangan Jokowi yang dihadiri juga oleh Farhat Abbas dan satu orang lainnya. “Saat itu diterima oleh Pak Jokowi ngobrol sampai satu jam,” tutur Paiman. Mantan Rektor Universitas Prof Moestopo (Beragama) itu berharap, melalui gugatan perdata ini, majelis hakim akan menyatakan Roy Suryo dan kawan-kawan bersalah dan melakukan perbuatan melawan hukum.
Ia berharap, Roy Suryo dan teman-temannya tidak lagi sembarangan menghina dan menuduh orang. “Karena negara kita ini negara hukum. Tidak boleh kita semena-mena menghakimi orang bersalah, orang mencorang mencetak ijazah palsu,” tutur Paiman.
Sumber : Kompas