MEDIA UNGKAP FAKTA INFO//Agam — Tidak ada kata lain yang lebih tepat untuk menggambarkan kondisi Palembayan hari ini selain: darurat kemanusiaan. Banjir bandang dan material lumpur yang menghantam Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, bukan hanya merenggut nyawa, tetapi merenggut masa depan satu wilayah sekaligus.
Data dari BPBD Agam pada Jumat (28/11/2025) mencatat: 60 orang meninggal dunia (MD), 69 orang masih hilang—belum ditemukan hingga detik ini, Sekitar 700 warga mengungsi, Akses jalan terputus total, Komunikasi di beberapa titik lumpuh, Bantuan sulit masuk, Jika ini bukan kriteria bencana besar, lalu apa lagi yang mau ditunggu?
Palembayan Terisolir: Desa-desa Sunyi yang Kini Hanya Diselimuti Isak Tangis. Kampung-kampung di Nagari Salareh Aia Timur dan sekitarnya berubah menjadi kubangan lumpur raksasa. Rumah hanyut, jembatan putus, lahan pertanian hancur, dan sebagian besar warga hanya bisa menyelamatkan pakaian di badan. Beberapa lokasi bahkan belum tersentuh alat berat.
Tim SAR harus berjalan kaki berkilometer-kilometer, menembus lumpur setinggi paha, untuk mencari korban yang tertimbun.
Sementara itu, keluarga korban menunggu dalam kecemasan yang mematikan:
apakah jasad orang yang mereka cintai akan ditemukan, atau hilang selamanya?
BPBD Agam Mengakui: Jumlah Korban Bisa Bertambah Banyak. Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Agam, Abdul Ghafur, menyatakan: “Total korban sementara 60 MD dan 69 lainnya dalam status pencarian di beberapa lokasi di Kecamatan Palembayan. Upaya pencarian terus kami lanjutkan.”
Namun di lapangan, para relawan merasakan kenyataan yang jauh lebih kelam:
material longsor terlalu tebal, terlalu luas, dan terlalu berat untuk ditangani tanpa dukungan penuh pemerintah pusat.
Ribuan Warga Terpaksa Mengungsi, Logistik Mulai Menipis. Kurang lebih 700 warga kini bertahan di masjid, musala, dan rumah-rumah kerabat. Sebagian hanya beralaskan tikar tipis, tanpa selimut, tanpa pasokan makanan memadai.
Di titik pengungsian, terdengar suara anak-anak menangis tengah malam karena kedinginan.
Tidak ada listrik. Tidak ada air bersih. Tidak ada kepastian.
Inilah wajah bencana yang sesungguhnya, Inilah Saatnya: Pemerintah Harus Turun Tangan dan Menetapkan Bencana Nasional, Dengan jumlah korban tewas puluhan, hilang puluhan, pengungsi ratusan, kerusakan infrastruktur masif, serta terisolirnya wilayah, status bencana Palembayan sudah melampaui kemampuan daerah.
Ini bukan lagi masalah Kabupaten Agam.
Ini bukan lagi masalah Sumatera Barat.
Ini adalah masalah bangsa.
Ketika daerah sudah kewalahan, maka pemerintah pusat wajib hadir, bukan sekadar mengirimkan belasungkawa.
Mengapa perlu status Bencana Nasional?
1. Mempercepat pengerahan alat berat dan tim SAR dari berbagai provinsi.
2. Memungkinkan dukungan penuh dari BNPB, Basarnas pusat, TNI, dan Polri.
3. Memastikan suplai logistik besar-besaran tanpa terhambat urusan administratif daerah.
4. Mempercepat pemulihan darurat, termasuk relokasi warga dan rekonstruksi jembatan/jalan.
5. Mengurangi beban pemerintah daerah yang sudah kolaps secara operasional.
Jika kita terlambat mengambil keputusan, maka jumlah korban bisa bertambah—bukan karena bencana alam, tetapi karena kelalaian negara dalam menyelamatkan rakyatnya sendiri.
Palembayan Tidak Butuh Janji, Mereka Butuh Negara Hadir Secara Total "
Setiap menit yang hilang berarti satu nyawa bisa terlewat dari pencarian. Setiap jam tanpa logistik berarti satu anak bisa jatuh sakit. Setiap malam tanpa tenda layak berarti satu keluarga hidup dalam kegelapan dan ketakutan.
Jika pemerintah pusat tidak segera menetapkan status Bencana Nasional, maka sejarah akan mencatat: rakyat Palembayan berjuang sendirian di tengah reruntuhan, sementara negara datang terlalu lambat.
Seruan Kemanusiaan untuk Presiden dan Pemerintah Pusat: Tetapkan Palembayan sebagai Bencana Nasional segera. Kirimkan dukungan penuh, bukan setengah hati. Karena nyawa rakyat tidak menunggu birokrasi."(Tim)
.png)

.png)
