Tulang Bawang Barat — Menjelang akhir tahun 2025, Kejaksaan Negeri Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Lampung, didesak untuk segera melakukan penyelidikan dan pemeriksaan atas dugaan korupsi dalam pengadaan soal ujian siswa SD dan SMP se-Tubaba.
Pengadaan lembar soal ujian yang baru saja dilaksanakan tersebut diduga tidak sekadar kegiatan rutin pendidikan, melainkan menjadi ladang bisnis yang melibatkan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) bersama perusahaan percetakan tertentu.
Anggaran bernilai ratusan juta rupiah itu disebut-sebut dikoordinir secara sistematis dengan pola yang dinilai rapi, namun berpotensi merugikan keuangan sekolah.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, pengadaan soal ujian dikondisikan oleh oknum di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Tubaba kepada perusahaan percetakan yang telah ditentukan.
Modus yang digunakan, pihak sekolah menyetor pembayaran langsung ke perusahaan percetakan, seolah-olah melalui mekanisme aplikasi Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (Siplah). Namun, diduga keuntungan dari pengadaan tersebut diduga mengalir kembali ke oknum instansi terkait.
Seorang sumber yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, praktik pengkondisian kegiatan dan anggaran di Disdikbud Tubaba diduga sudah berlangsung lama.
Pola-pola pengkondisian dan koordinir berbagai kegiatan dan uang diduga melibatkan berbagai jalur, mulai dari Korwas, Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), bahkan diduga perintah langsung dari dinas.
“Dari dulu itu, mas, Disdikbud Tubaba kalau ada kegiatan pasti dibebankan ke kami. Kami nggak berani protes, ikut aja. Penggeraknya ya MKKS, K3S, Korwas. Untuk soal ujian yang dikoordinir dinas ini memang rapi caranya, tapi uangnya besar. Mau tidak mau kami ikut perintah. Kebiasaan ini harus dibongkar tuntas. Semua orang tahu siapa otaknya di Disdikbud. Ada juga oknum anggota DPRD Tubaba yang sering garap proyek Disdikbud,” ujar sumber tersebut.
Keluhan juga datang dari sejumlah kepala sekolah dasar. Mereka menilai, teknis pengadaan soal ujian tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Jika sebelumnya soal ujian disusun dan diperbanyak secara mandiri oleh sekolah, kini pengadaan diarahkan melalui pihak ketiga dengan pembiayaan menggunakan Siplah.
“Tahun ini berbeda. Biasanya kami buat dan cetak sendiri, tapi sekarang diarahkan lewat pihak ketiga. Biayanya juga jauh lebih besar,” ungkap seorang kepala sekolah.
Ia menjelaskan, biaya pencetakan soal berkisar antara Rp20 ribu hingga Rp25 ribu per siswa, tergantung jenjang dan jumlah soal.
“Sekolah saya siswanya lebih dari 300, jadi bayarnya Rp6 juta lebih. Padahal kalau cetak sendiri paling sekitar Rp3 jutaan. Katanya yang cetak Daya Murni, marketingnya Yudistira. Untuk jelasnya ke K3S, Pak Susilo,” lanjutnya.
Saat dikonfirmasi, Ketua K3S Tubaba, Susilo, membenarkan bahwa pengadaan dan pencetakan soal tahun ini dilakukan secara kolektif oleh pihak ketiga atas instruksi pimpinan.
“Biaya pengadaan soal ujian dikoordinir, sekolah langsung setor ke pihak percetakan bernama Rencana Rajasa. Marketingnya Pak Yudistira. Itu hasil kesepakatan dengan dinas. Tahun ini baru dilakukan. Dulu juga pernah dirapatkan oleh dinas dan ada pihak ketiga,” jelas Susilo.
Ia menyebutkan, koordinasi dilakukan melalui rapat yang digelar Disdikbud Tubaba, dihadiri oleh Rano dari Disdikbud, Yudistira sebagai penyedia, serta perwakilan kepala sekolah.
“Biaya diambil dari Siplah, per siswa SD sekitar Rp20 ribu sampai Rp22 ribu. Total sekolah SD se-Tubaba sekitar 170-an, meski tidak semuanya ikut,” tambahnya.
Namun, saat diminta memberikan kontak pihak penyedia, Susilo mengaku enggan karena khawatir mendapat teguran dari dinas.
“Kontaknya ada, tapi minta langsung ke Pak Rano saja. Saya takut dimarahi,” katanya.
Sementara itu, pihak Disdikbud Tubaba melalui oknum ASN bernama Rano telah berulang kali dihubungi media untuk dimintai klarifikasi terkait dugaan pengkondisian tersebut. Hingga berita ini diterbitkan kembali, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan.(San).
.png)

.png)
