BOJONEGORO, ungkapfakta.info-
Bangunan megah ruang sidang paripurna DPRD Kabupaten Bojonegoro yang dibangun dengan anggaran fantastis Rp77,8 miliar justru menunjukkan kondisi memprihatinkan. Plafon ruang sidang paripurna ambrol akibat hujan deras disertai angin kencang, Selasa (23/12/2025) petang, meski usia gedung terbilang masih sangat muda.
Akibat kejadian tersebut, air hujan menggenangi ruang paripurna, tepat di area pintu masuk utama. Beruntung, saat peristiwa terjadi tidak ada agenda rapat maupun aktivitas di dalam gedung sehingga tidak menimbulkan korban jiwa.
Ketua DPRD Bojonegoro, Abdullah Umar, diberita sebelumnya membenarkan insiden itu. Ia menyebut ambrolnya plafon terjadi bersamaan dengan hujan berintensitas tinggi yang melanda wilayah Bojonegoro.
“Benar, sekarang masih proses pembersihan dan perbaikan,” kata Umar saat dikonfirmasi, Rabu (24/12/2025).
Lebih lanjut, Umar dalam beberapa berita sebelumnya menjelaskan, bagian plafon yang ambrol berada tepat di atas pintu masuk ruang paripurna dengan luas kerusakan diperkirakan sekitar 25 × 5 meter. Penyebab utama ambrolnya plafon diduga karena atap atau genteng gedung bocor, sehingga air hujan masuk dan menggenang di atas plafon hingga akhirnya tidak mampu menahan beban.
Meski tidak menimbulkan korban jiwa, Umar mengaku pihaknya akan memanggil Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (PKP Cipta Karya) untuk melakukan perbaikan.
“Iya, akan kami panggil dinas terkait. Harus ada perbaikan yang permanen agar kejadian serupa tidak terulang,” tegasnya.
Namun peristiwa ini langsung menuai kritik keras dari publik. Pasalnya, kompleks gedung DPRD Bojonegoro tersebut baru diresmikan pada awal tahun 2023, atau belum genap dua tahun digunakan. Proyek bernilai puluhan miliar rupiah itu dibiayai dari APBD 2022, meliputi pembangunan gedung perkantoran tiga lantai dan gedung paripurna dua lantai.
Pegiat informasi publik, Koh Aksin, menilai ambrolnya plafon gedung baru sebagai tamparan keras bagi kualitas pembangunan infrastruktur daerah.
“Pembangunan yang baru seumur jagung kok sudah rusak. Padahal anggarannya mencapai puluhan miliar rupiah. Ini sangat disayangkan,” ujar Koh Aksin.
Ia mendesak agar Kementerian Keuangan melalui Menteri Keuangan Purbaya serta aparat penegak hukum (APH) segera turun tangan melakukan penelusuran menyeluruh terhadap proyek tersebut, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan pembangunan.
“Jangan sampai proyek mahal tapi kualitasnya murahan. Ini uang rakyat, harus ada pertanggungjawaban,” tegasnya.
Insiden ini memunculkan pertanyaan serius soal mutu konstruksi dan pengawasan proyek-proyek pemerintah daerah, khususnya bangunan publik yang dibangun dari dana APBD.
Publik kini menunggu, apakah kerusakan ini hanya akan berakhir pada perbaikan teknis, atau justru diusut hingga ke akar persoalan.
.png)
.png)
