Kalbar: Proses perekrutan, pergeseran dan penempatan jabatan strategis dilingkungan Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat, yang baru saja tertuang di periode Ria Norsan, ditanggapi oleh berbagai kalangan masyarakat.
Kordinator Jaringan Aspirasi Indonesia Kalimantan Barat mengungkapkan, dulu implementasi pemilihan sangat selektif, tidak sembarangan dan ada fase tingkatan yang harus dilalui. Disitu unsur kualitas, kapabilitas maupun indeks prestasi kerja yang pernah dicapai, masuk dalam katagori bentuk penilaian.
Sekarang, katanya, metode akademik tadi, yang mampu memberikan kontribusi besar terhadap bidang pembangunan, justru tidak dipakai lagi. Mereka cendrung menggunakan sistem kepentingan pribadi, politik, kelompok, saudara, kawan, TIM maupun wujud balas jasa.
" Caranya sudah tidak karuan. Disini, asalkan Bapak senang, enak dan bisa diatur, ya dialah yang menduduki posisi basah, kendati orang tersebut pernah bermasalah, kantor Dinasnya sempat digrebek Polda dan diproses hukum hingga keranah pengadilan.
" Sementara mereka yang punya dedikasi tinggi, kemampuan merumuskan program dan torehan prestasi kerja, malah tersingkir oleh kepentingan tersembunyi yang arahnya ke penguasahan proyek dan lain lain, " papar fatih Prambanan
Asumsi diatas, lanjutnya, diperkuat oleh steatmen Wagub yang menyatakan bahwa beliau menolak hadir diacara pelantikan, karna tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan jabatan dilingkungan Pemprov Kalimantan Barat.
Kordinator JAPRI Kalbar menegaskan, meskipun itu hak prerogatif Gubernur dan tidak menyalahi Undang-Undang, tetapi paling tidak rasa kebersamaan tersebut harus tertanam, mengingat tugas Wagub juga membantu pekerjaan Gubernur.
" Situasi ini tentu menjadi pertanyaan publik, ada persoalan apa antara Gubernur dan Wakil sehingga muncul miskomunikasi yang mengganggu jalannya pemerintahan maupun pembangunan, " ucapnya. 007/D.Arifin
.png)

.png)
