Kalimantan Barat, Juni 2025 –Gelombang PETI (Pertambangan Tanpa Izin) di Kalimantan Barat makin tak terbendung. Dari pedalaman hingga pinggiran kota, aktivitas tambang ilegal marak terjadi dengan pola yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) Buruh dan operator kecil jadi bulan-bulanan aparat, sementara *pemodal besar dan sindikat penyalur tetap melenggang bebas.
Namun penting ditegaskan: Bukan APH, bukan Pemda, dan bukan Pemprov yang patut disalahkan.
Kebijakan pertambangan sepenuhnya dikendalikan pusat. **Regulasi yang sentralistik, tertutup, dan tidak berpihak pada tambang rakyat adalah akar dari seluruh masalah ini.
Humas DPW APRI Kalbar, Hadi Firmansyah: “Ini Bukan Soal Niat, Ini Soal Keberanian Negara Membuka Mata”
Di tengah kebuntuan legalitas dan ketegangan antara aparat dan penambang rakyat, suara dari DPW APRI Kalbar mulai menggema. Humas DPW APRI Kalbar, Hadi Firmansyah, akhirnya angkat bicara menyampaikan sikap resmi organisasi.
“Kami tidak sedang membela pelanggaran hukum, tapi kami ingin semua pihak sadar: ini bukan soal niat baik rakyat — ini soal negara yang enggan membuka ruang legal bagi mereka.”
Menurut Hadi, masyarakat tidak pernah diberi akses legal untuk mengelola tambang secara sah. Semua dikunci dalam birokrasi panjang dan elitisme perizinan di pusat, sementara masyarakat lokal di Kalbar hanya bisa bertahan hidup lewat jalur tambang yang di luar sistem.
Siapa yang sanggup mengurus IUP atau IPR tanpa modal besar? Regulasi ini hanya dibuat untuk orang kaya, bukan untuk rakyat. Dan saat rakyat menggali sendiri, mereka ditangkap, diberitakan buruk, dan dijadikan kambing hitam. Tapi yang beli hasil tambang mereka? Tak pernah disentuh!”
Transparansi Jadi Kunci: APRI Tawarkan Solusi, Bukan Provokasi
Dalam pernyataannya, Hadi Firmansyah juga menekankan bahwa APRI tidak anti hukum, tapi pro keterbukaan.
“Kita sudah terlalu lama berpura-pura tidak tahu. Sekarang waktunya buka semua peta PETI. Di mana saja lokasi PETI? Siapa cukongnya? Siapa penadahnya? Jalur mana yang dilalui? Jangan hanya tangkap pekerja kecil, tapi biarkan bandar besar bebas!”
APRI menyerukan agar pemerintah pusat dan seluruh pihak membuka diri terhadap transparansi menyeluruh sebagai jalan penyelesaian. Tak ada yang bisa diselesaikan jika informasi dikunci dan hanya digunakan sebagai alat penindakan sepihak.
Negara Harus Hadir untuk Rakyat, Bukan untuk Korporasi
Hadi juga menegaskan bahwa rakyat Kalbar tidak menuntut perlindungan khusus — mereka hanya minta negara hadir secara adil dan memberikan ruang legalitas tambang rakyat.
Negara jangan cuma jadi polisi tambang. Negara harus jadi fasilitator keadilan. Kalau rakyat tak diberi legalitas, maka jangan heran jika PETI akan terus ada — karena itu satu-satunya jalan hidup mereka.”Tuntutan APRI Kalbar
1.Segera keluarkan skema legalisasi tambang rakyat yang realistis dan berbasis lokal.
2.Buka data dan jaringan distribusi hasil tambang ilegal untuk publik.
3.Berikan kewenangan lebih kepada pemerintah daerah untuk menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR).
4.Lindungi masyarakat dari kriminalisasi yang timpang, terutama buruh tambang dan operator kecil.
5.Tindak pemodal besar, bandar, dan penadah yang selama ini menjadi jantung PETI.
Penutup: Kalbar Butuh Keadilan, Bukan Represi
APRI Kalbar lewat Humas Hadi Firmansyah telah mempertegas bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah keterbukaan, bukan kejar-kejaran.** Kalbar bukan ladang kejahatan, tapi ladang emas yang tak pernah diberi ruang legal untuk rakyatnya sendiri.
Jika negara berani transparan, kami yakin PETI bisa diubah jadi tambang sah yang menyejahterakan rakyat. Tapi jika negara tetap menutup mata, maka rakyat akan terus jadi korban, dan mafia akan terus jadi pemenang,”* tutup Hadi Firmansyah.
Nara sumber : Humas DPW APRI Kalbar
Penulis : Redaksi/ Danil.A