Ketapang, Kalimantan Barat — Selasa kelabu, 5 Agustus 2025. Di hamparan tanah merah Doyok, Desa Indotani, tiga nyawa melayang sia-sia. Tanah gembur yang digali ekskavator mendadak runtuh, menelan hidup-hidup seorang operator excavator, operator mesin domping, dan seorang karyawan tambang. Tidak ada sirine ambulans yang bisa mengembalikan nyawa mereka. Hanya teriakan panik sesama pekerja yang jadi saksi bisu tragedi.
Lokasi ini bukan tempat asing bagi warga sekitar. Bertahun-tahun, lubang-lubang tambang ilegal di Doyok beroperasi tanpa henti, siang-malam, bak mesin pencetak uang bagi segelintir orang. Sumber lapangan menyebut, titik tambang ini berada di bawah kendali seorang pengusaha lokal berinisial Akong—nama yang tak asing dalam pusaran bisnis PETI di Ketapang.
Bukan Kecelakaan, tapi Buah Pembiaran
Bagi warga, ini bukan sekadar “musibah kerja”. Ini adalah buah pahit dari pembiaran yang dilakukan aparat penegak hukum (APH) dan pemerintah, baik kabupaten, provinsi, maupun pusat. “Jangan cuma duduk di kantor menerima laporan. Turun ke lapangan, bongkar bos-bos besar yang bermain di balik PETI,” ujar seorang warga yang minta namanya disamarkan.
Ia menambahkan, pembongkaran harus menyasar ke sumber kehidupan PETI: aliran BBM ilegal. “Selama SPBU nakal dan mafia solar subsidi masih diberi napas, PETI akan terus hidup, dan korban akan terus berjatuhan,” tegasnya.
Jalur Belakang Solar Subsidi
Informasi dari beberapa sopir tangki menyebut, pasokan solar subsidi dan BBM industri untuk PETI di Doyok mengalir lewat jalur belakang, difasilitasi oleh oknum-oknum yang diduga punya koneksi langsung dengan pemilik tambang. Modusnya klasik: pembelian di SPBU dalam jumlah besar dengan dokumen manipulatif, lalu dikirim ke lokasi tambang menggunakan truk tangki modifikasi.
Ironisnya, di permukaan, aparat kerap melakukan razia pekerja kecil, menyita alat, atau mempidanakan operator mesin, sementara dalang di balik operasi tetap aman dan nyaman. Negara tampak kalah di tambang sendiri.
Korban Nyawa Hanya Angka di Laporan
Tragedi di Doyok ini menambah panjang daftar korban nyawa akibat PETI di Kalimantan Barat. Seakan nyawa para pekerja hanyalah angka di laporan kecelakaan, tanpa ada perubahan sistemik. Tidak ada audit menyeluruh, tidak ada pembongkaran jaringan, hanya konferensi pers dan janji penegakan hukum yang kian basi.
Tuntutan Publik
Masyarakat menuntut tragedi ini menjadi momentum bersih-bersih total:
1. Menindak pemilik tambang dan jaringan permodalan.
2. Menutup jalur distribusi BBM ilegal dari SPBU nakal.
3. Mengusut keterlibatan oknum aparat atau pejabat yang membekingi operasi PETI.
Miris :Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari kepolisian atau pemerintah daerah. Duka keluarga korban belum reda, namun mesin ekskavator di Doyok dikabarkan masih menderu. Seakan nyawa hanyalah “biaya operasional” di buku besar bisnis emas ilegal.
Kalau negara masih membiarkan, jangan kaget jika besok berita duka ini terulang—di lubang tambang yang sama, dengan cerita yang sama, dan korban yang hanya berganti nama.
Tim : Investigasi