• Jelajahi

    Copyright © Ungkap Fakta
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Halaman

    Pengamat: Konflik Pertanahan Akibat Kelalaian Sistemik BPN

    Kamis, 19 Juni 2025, Juni 19, 2025 WIB Last Updated 2025-06-19T04:01:05Z
    masukkan script iklan disini




    PONTIANAK — Maraknya konflik agraria dan sengketa pertanahan yang terus berulang di berbagai daerah dinilai sebagai cerminan dari kelalaian sistemik dalam tubuh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hal ini diungkapkan oleh pengamat hukum dan kebijakan publik Kalimantan Barat, Dr. Herman Hofi Munawar, dalam pernyataannya yang menyoroti akar persoalan tumpang tindih sertifikat dan konflik batas lahan.


    “Kalau BPN menjalankan semua tahapan penerbitan sertifikat tanah secara prosedural dan akurat, kemungkinan terjadinya sengketa tanah, sertifikat ganda, atau konflik batas lahan itu sangat kecil,” ujar Herman pada Kamis, 19 Juni 2025.


    Menurut dia, prosedur penerbitan sertifikat sudah diatur secara rinci dalam regulasi pertanahan nasional. Petugas BPN diwajibkan melakukan pengecekan riwayat tanah, pengukuran batas yang akurat, serta verifikasi dokumen hukum milik para pemohon sertifikat.


    “Apakah petugas BPN sudah benar-benar melakukan pengecekan riwayat tanah? Itu pertanyaan mendasarnya. Karena dari situ bisa diketahui apakah tanah itu pernah berpindah tangan, bersengketa, atau masih berada dalam hak pihak lain,” jelasnya.


    Ia menegaskan bahwa proses pengukuran tanah merupakan tahap krusial dalam penerbitan sertifikat. Ketelitian dalam menentukan batas fisik, kehadiran saksi batas, serta pencatatan titik koordinat yang akurat menjadi hal yang tak boleh disepelekan.


    “Tanpa saksi batas, potensi klaim tumpang tindih akan sangat besar. Banyak kasus yang muncul karena batas lahan yang ditetapkan justru tumpang tindih dengan hak milik orang lain,” lanjutnya.


    Herman juga menyoroti lemahnya verifikasi dokumen oleh petugas BPN. Ia menuding adanya praktik asal-asalan dalam memeriksa akta jual-beli, dokumen waris, serta identitas pihak-pihak yang terlibat dalam permohonan sertifikat.


    “Kalau petugas tidak cermat, sangat mungkin dokumen yang tidak sah atau bahkan palsu bisa lolos. Di sini sering muncul dugaan permainan antara oknum petugas BPN dengan pemohon sertifikat. Apalagi kalau pemohon itu punya akses kekuasaan atau ekonomi,” tegasnya.


    Minimnya tanggapan BPN terhadap keberatan masyarakat saat tahapan pengumuman permohonan sertifikat juga mendapat sorotan. Ia mengungkapkan bahwa banyak laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti dengan baik oleh kantor pertanahan.


    “Respons terhadap keberatan publik itu seolah hanya formalitas. Padahal, itu momentum untuk mencegah konflik sebelum sertifikat diterbitkan,” ucap Herman.


    Tak hanya itu, ia juga menilai sistem informasi pertanahan yang dikelola BPN belum sepenuhnya dapat diandalkan. Menurutnya, lemahnya integrasi dan keamanan data membuat potensi manipulasi terbuka lebar.


    “Warkah atau berkas tanah yang semestinya disimpan dengan rapi, kadang justru hilang atau tidak bisa ditelusuri. Bisa jadi karena kelalaian, tapi juga tak menutup kemungkinan karena ada pihak yang sengaja memanipulasi,” ujarnya.


    Hal yang paling disayangkan, kata Herman, adalah sikap pasif petugas BPN ketika masyarakat mengadukan permasalahan yang bersumber dari kesalahan institusi itu sendiri.


    “Yang paling menyakitkan, ketika masyarakat mengadu, jawaban dari petugas BPN seringkali hanya: ‘Gugat saja ke pengadilan.’ Padahal, masalah ini bisa dicegah sejak awal jika BPN bekerja sesuai prosedur,” kritiknya.


    Ia menekankan bahwa tanggung jawab atas maraknya konflik agraria tak bisa dibebankan kepada masyarakat semata. Sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan dalam administrasi pertanahan, BPN harus bertanggung jawab secara moral dan hukum.


    “BPN perlu melakukan pembenahan menyeluruh, mulai dari internal kelembagaan, sistem kerja, hingga transparansi pelayanan. Jika tidak, sengketa tanah akan terus jadi bom waktu di banyak daerah,” pungkasnya.


    Sumber: Dr.Herman Hofi Law

    Red/Kalbar

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    https://www.profitableratecpm.com/knzuikf5dh?key=c788dca60ab1d7a8d48523714ff94c5e