Bungo, ungkapfakta.info-
Meski telah ditutup sementara oleh Kementerian ESDM sejak September 2025 lalu, aktivitas tambang di lokasi milik PT Anugrah Mining Persada (AMP) di Kabupaten Bungo diduga masih terus berlangsung.
Penutupan sementara tersebut dilakukan karena PT AMP belum melaksanakan kewajiban reklamasi lahan dan belum menyetorkan jaminan reklamasi sebagaimana ketentuan perundangan. Namun, hasil pantauan tim investigasi ungkapfakta di lapangan, selasa 7/10/2025 menunjukkan sebaliknya.
Sekitar pukul 13.04 WIB, terlihat truk angkutan batu bara dengan dokumen Delivery Order (DO) atas nama PT Aneka Tambang Perkasa (ATP) sedang memuat batu bara di area tambang PT AMP di Desa Sungai Beringin, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo. DO tersebut ditujukan kepada PT KMP, perusahaan yang juga diketahui sedang dihentikan sementara oleh masyarakat karena persoalan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Seorang sumber yang enggan disebut namanya menegaskan bahwa PT AMP telah lama beroperasi di luar koridor izin usaha pertambangan (IUP).
“Sebenarnya AMP beroperasi di luar wilayah izin yang dimilikinya sudah cukup lama,” ujar sumber tersebut.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa meski PT AMP dan PT KMP sama-sama sedang dihentikan operasionalnya, aktivitas penambangan dan pengiriman batu bara diduga masih berjalan melalui kerja sama tidak resmi dengan PT ATP.
Selain itu, hasil investigasi tim di lapangan juga menemukan adanya aktivitas penjagaan oleh satpam di lokasi tambang PT AMP, yang terlihat mengatur keluar-masuk truk pengangkut batu bara. Saat dikonfirmasi, sopir truk menunjukkan dokumen DO atas nama PT ATP, namun batu bara dimuat di lokasi AMP.
Menariknya, pasca aksi unjuk rasa warga terhadap PT KMP beberapa waktu lalu, pihak perusahaan dilaporkan telah memberikan bantuan CSR kepada Desa Sungai Beringin. Sementara di sisi lain, aktivitas perusahaan Bomax yang disebut bertugas memperbaiki jalan tambang di wilayah tersebut juga masih terus berjalan.
Temuan ini menimbulkan tanda tanya besar tentang pengawasan pemerintah terhadap aktivitas pasca-penutupan tambang, serta kemungkinan adanya penyalahgunaan izin dan praktik tambang “siluman” di wilayah Bungo