Ungkapfakta.info Bandar Lampung - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang untuk meningkatkan kesehatan siswa di Bandar Lampung justru berujung petaka. Memasuki hari ketiga implementasi program ini, puluhan murid di Kelurahan Sukabumi dilaporkan mengalami gejala keracunan massal setelah menyantap makanan yang disediakan.
Para orang tua murid mengungkapkan bahwa anak-anak mereka mengalami gejala mual, sakit perut, pusing, hingga muntah. Beberapa di antaranya bahkan harus mendapatkan perawatan medis di rumah sakit.
"Anak saya mual dan pusing setelah makan gratis di sekolah. Hari ini tidak bisa masuk sekolah karena masih pusing," ujar Amin, salah seorang orang tua murid dengan nada khawatir.
"Teman-teman anak saya di sekolah juga mengalami hal yang sama. Kemarin banyak yang pulang sebelum jam pelajaran selesai setelah makan MBG," tambahnya.
Ironisnya, ketika awak media mendatangi Dapur MBG SPPG Yayasan Asri Amanah Barokah Tirtayasa pada Sabtu (30/8/2025), pihak dapur justru menutup rapat gerbang setelah mengetahui kedatangan wartawan. Upaya konfirmasi melalui telepon dan pesan WhatsApp pun tidak mendapatkan respons.
Diketahui, SPPG Yayasan Asri Amanah Barokah Tirtayasa bertanggung jawab mendistribusikan 3 ribu porsi MBG ke sejumlah sekolah di wilayah Kecamatan Sukabumi, antara lain SDN 2 Sukabumi, SDN 2 Campang Raya, SMPN 31 Campang Raya, dan SMKN 5 Sukabumi.
Peristiwa keracunan massal ini bukan hanya terjadi di Sukabumi, namun juga dilaporkan di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini memicu kekhawatiran dan pertanyaan mengenai kualitas makanan yang disajikan dalam program MBG.
"Pemerintah, khususnya Badan Gizi Nasional, harus segera turun tangan melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap dapur MBG sebagai mitra program ini," tegas seorang pengamat kebijakan publik.
Diduga, beberapa faktor dapat menjadi penyebab terjadinya keracunan ini. Mulai dari kapasitas dapur yang terlalu besar sehingga menyebabkan jeda waktu distribusi terlalu lama, hingga proses pengemasan makanan panas dalam wadah kedap udara yang dapat memicu timbulnya gas beracun.
Pihak sekolah pun terkesan lepas tangan dalam menangani kasus ini. Tak satu pun kepala sekolah yang bersedia memberikan keterangan. Camat Sukabumi bahkan menyerahkan sepenuhnya persoalan ini kepada pihak Dapur MBG.
Sementara itu, para orang tua murid yang anaknya menjadi korban keracunan merasa geram karena tidak ada pihak yang bertanggung jawab. Mereka terpaksa mengeluarkan biaya sendiri untuk mengobati anak-anak mereka, tanpa ada perhatian apalagi pertanggungjawaban dari pihak terkait.
"Kami menuntut pihak-pihak terkait untuk bertanggung jawab atas kejadian ini. Ke depan, program MBG harus dibenahi agar kami tidak was-was saat anak-anak menyantap makanan yang disediakan," harap mama Egi dengan nada kesal.
Kasus keracunan massal ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah dan pihak-pihak terkait yang terlibat dalam program MBG. Kejadian ini harus menjadi momentum untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan perbaikan sistem, agar program MBG benar-benar memberikan manfaat bagi kesehatan siswa, bukan justru menjadi "santapan beracun" yang membahayakan nyawa.(Tim)