Kami, para pejuang, mengorbankan segalanya. Malam-malam tanpa tidur, tubuh yang luka, dan tetes darah yang mengering di seragam lusuh. Kami berjuang bukan untuk kemuliaan pribadi, bukan untuk kekayaan, tapi untuk sebuah mimpi: mimpi tentang sebuah negeri yang merdeka, adil, dan sejahtera. Kami percaya, setelah badai berlalu, pelangi akan muncul, membawa harapan dan kebahagiaan bagi semua.
Namun, rintihan ini kini terdengar. Bukan dari medan perang yang bergemuruh, melainkan dari sudut-sudut sepi di mana kami mencoba bertahan hidup. Kami tak menduga, setelah kemenangan diraih, begitu caramu memperlakukan kami. Janji-janji kemakmuran berubah menjadi debu, pengakuan atas jasa-jasa kami luntur ditelan waktu. Kami yang dulu dielu-elukan sebagai pahlawan, kini sering kali dilupakan, bahkan diacuhkan.
Narasi ini bukan tentang penyesalan. Kami tidak pernah menyesal telah berjuang. Jiwa kami masih menyala dengan semangat kemenangan. Namun, ini adalah panggilan hati. Panggilan untuk mengingatkan bahwa kemenangan bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari tanggung jawab. Tanggung jawab untuk merawat dan menghargai mereka yang telah mengorbankan segalanya.
Mari kita lihat ke belakang, bukan untuk meratapi masa lalu, melainkan untuk menguatkan langkah ke depan. Mari kita bangun kembali fondasi yang dulu kita perjuangkan bersama. Jadikan rintihan ini sebagai motivasi untuk memperbaiki diri. Untuk membangun sebuah bangsa yang tidak hanya menghargai pahlawannya, tetapi juga memastikan setiap individu merasakan arti sejati dari kemenangan: keadilan, kesejahteraan, dan kehormatan.
Kemenangan sejati bukanlah saat bendera berkibar, tetapi saat janji-janji yang diperjuangkan terpenuhi. Mari kita teruskan perjuangan mereka, dengan cara yang lebih bermartabat dan lebih adil.