Rembang, ungkapfakta.info-
Praktik pengisian BBM subsidi di wilayah Kragan–Sarang kembali menyisakan tanda tanya besar setelah tim media menemukan dugaan pelanggaran SOP HSE (Health, Safety & Environment) Pertamina di dua SPBU yang beroperasi di jalur Pantura Rembang. Temuan lapangan pada Jumat pagi (05/12/2025) memperlihatkan penggunaan jerigen non-SNI, penumpukan wadah di area dispenser, hingga antrian truk yang tersendat akibat prioritas pengisian jerigen.
Lebih mengejutkan lagi, pengawas SPBU saat ditemui di lokasi mengakui bahwa pihaknya telah menyetor sejumlah uang kepada oknum di lingkungan PWI Rembang pada pagi itu, diduga untuk “mengondisikan media” agar tidak menyoroti kegiatan yang berlangsung di SPBU tersebut.
JERIGEN NON-SNI DIGUNAKAN SECARA TERBUKA
Dalam dokumentasi yang terekam, terlihat puluhan jerigen berwarna biru dan krem yang jelas bukan jerigen berstandar SNI maupun UN approved. Tidak ada label keselamatan, tidak ada logo SNI, dan tidak ada sistem pengaman anti bocor.
Padahal, menurut aturan keselamatan Pertamina, BBM dilarang diisi ke jerigen non-SNI kecuali kondisi darurat dan dengan persetujuan khusus. Penggunaan jerigen air mineral atau jerigen bekas seperti yang tampak pada lokasi merupakan pelanggaran K3 yang serius.
AREA DISPENSER DIKELILINGI JERIGEN, ANTRIAN TRUK TERHAMBAT
Selain penggunaan jerigen ilegal, tim juga menemukan:
Penumpukan jerigen di sekitar dispenser solar,orang keluar-masuk area pengisian tanpa pengamanan, serta truk—bahkan pengangkut logistik—tersendat karena jerigen diduga mendapat prioritas.
Situasi ini secara langsung bertentangan dengan SOP: area dispenser BBM harus steril dari benda mudah terbakar, dan SPBU dilarang memberikan prioritas kepada pembeli jerigen di luar ketentuan resmi.
PENGAWAS: “SUDAH SETOR KE PWI”
Ketika dimintai keterangan mengenai aktivitas pengisian jerigen dalam jumlah banyak, seorang pengawas SPBU justru menyampaikan pernyataan mengejutkan:
“Sudah setor pagi ini ke PWI Rembang,”
ujarnya singkat kepada tim media.
Pernyataan tersebut menimbulkan dugaan bahwa pihak SPBU sengaja memberikan uang kepada oknum wartawan atau struktur tertentu untuk “meredam” pemberitaan terkait dugaan penyalahgunaan distribusi BBM bersubsidi dan pelanggaran SOP keselamatan.
Jika benar terjadi, tindakan semacam ini tidak hanya mencederai etika jurnalistik, tetapi juga dapat masuk kategori upaya menghalangi tugas pers serta memperkuat dugaan adanya praktik terorganisir terkait distribusi solar subsidi.
DUGAAN PENYALAHGUNAAN SOLAR SUBSIDI UNTUK PENJUAL ULANG
Pengisian jerigen dalam jumlah banyak pada pagi hari—terutama menggunakan jerigen non-SNI—biasanya menjadi pola salah satu praktik pengepulan solar. Dalam Perpres 191/2014, solar subsidi hanya boleh dibeli oleh kendaraan tertentu dan sektor tertentu, tidak boleh untuk pengepul, bandar, ataupun pihak yang tidak masuk daftar resmi.
Minimnya proses verifikasi barcode petani di lokasi memperkuat dugaan bahwa pengisian jerigen tersebut bukan untuk kebutuhan pertanian murni, tetapi untuk kepentingan lain yang berpotensi melanggar hukum.
ASPEK KESELAMATAN DIABAIKAN
Tim juga mencatat:
tidak terlihat penggunaan APD (sarung tangan, sepatu safety) oleh petugas,
area tidak dipisah dari pengunjung,
cairan BBM berpindah ke wadah non-standar,dan tidak ada pembatas zona rawan api.
Padahal Pertamina menegaskan bahwa SPBU wajib mengikuti standar HSE ketat untuk mencegah kebakaran, tumpahan, dan risiko lingkungan.
APAKAH ADA PEMBIARAN?
Pernyataan “setor ke PWI” memunculkan pertanyaan besar:
Apakah kegiatan ini sudah menjadi praktik rutin?
Apakah SPBU sengaja mengkondisikan media agar tidak melakukan peliputan?
Apakah ada oknum wartawan atau pihak tertentu yang menerima uang untuk membungkam pemberitaan?
Jika dugaan tersebut benar, maka selain pelanggaran SOP SPBU, situasi ini menyentuh aspek etik jurnalistik, dugaan suap, dan potensi tindak pidana penyalahgunaan BBM subsidi.
(Hendra)
.png)


.png)
