SULSEL, Ungkapfakta.info -
Persidangan lanjutan perkara pidana dugaan makar dengan empat terdakwa yakni, Penatua Abraham Goram Gaman, Penatua Piter Robaha, Nikson May, dan Maksi Sangkek kembali digelar di Pengadilan Negeri Makassar Kelas I A Khusus, Kamis (16/10/2025) kemarin.
Sidang yang terbagi dalam dua berkas perkara, masing-masing nomor 967 & 968 dengan majelis hakim dipimpin Herbert Harefa, SH, MH, serta nomor 969 & 970 dipimpin Hakim Hendry Manuhua, SH, M.Hum, beragendakan pemeriksaan ahli.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sorong menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Muhammad Fatahillah Akbar, SH, LL.M, untuk memberikan pandangan akademis terkait unsur-unsur tindak pidana makar.
Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim, Dr. Fatahillah menegaskan, ajakan untuk berdialog secara damai dengan instansi pemerintah tidak dapat dikategorikan sebagai makar.
“Tindakan makar harus memuat unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Mengundang pemerintah untuk berdialog, apalagi dengan cara damai, bukanlah perbuatan makar,” jelas ahli hukum pidana UGM itu di ruang sidang.
Lebih lanjut, Dr. Fatahillah menjelaskan kebebasan berpendapat dijamin undang-undang, selama tidak dilakukan dengan cara melawan hukum.
Ia menegaskan, setiap pemeriksaan perkara makar perlu dilakukan secara komprehensif agar tidak mencederai hak-hak warga negara.
Menanggapi soal penggunaan atribut seragam NFRPB yang sempat disorot dalam dakwaan, ahli menyatakan bahwa atribut organisasi tidak serta-merta menjadi bukti adanya makar.
“Saat reformasi 1998, ada banyak orang berteriak soal negara federasi. Namun hal itu tidak bisa disebut makar, selama tidak diikuti perbuatan melawan hukum,” ujarnya memberi perbandingan.
Sidang lanjutan perkara empat terdakwa tersebut ditunda hingga Selasa, 20 Oktober 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi meringankan.
(Benny/Yustus)