MEDIA UNGKAP FAKTA INFO//Ogan Ilir Sumsel — Unggahan di media sosial yang menohok publik dengan kalimat pendek namun berdaya ledak besar — “Lagi Efisien Anggaran, Dinas PMD Ogan Ilir Gelar Giat Ini, Telan Biaya Rp340 Juta, Kades Menjerit!” — sontak mengguncang jagat maya Ogan Ilir.Tak tanggung-tanggung, anggaran yang digunakan mencapai Rp 340 juta, bersumber dari Anggaran Dana Desa (ADD).
Seperti diketahui, ADD tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Ogan Ilir.
Warganet pun ramai mencibir dan menuding, seolah kegiatan pelatihan yang digelar Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) hanyalah kedok pemborosan di tengah dalih “efisiensi anggaran.”
Namun di balik hiruk-pikuk dunia maya itu, beberapa kepala desa dan pengurus BKAD akhirnya angkat bicara. Mereka menilai, narasi yang beredar tidak sepenuhnya mencerminkan fakta di lapangan.
“Ini Bukan Pemborosan, Tapi Kewajiban Pembinaan” Farhan Fahruddin, Kepala Desa Tanjung Dayang Utara Kecamatan Indralaya Selatan, menegaskan bahwa kegiatan bertajuk Peningkatan Kapasitas Operator Desa (Aplikasi Siskeudes dan Jaga Desa) itu bukan kegiatan “dadakan” apalagi proyek siluman.
“BKAD itu dibentuk dan di-SK-kan oleh kepala desa. Unsurnya jelas — aparatur desa, BPD, bahkan tokoh masyarakat. Dan kegiatan seperti ini sudah ada aturannya, diatur dalam Permendagri Nomor 96 Tahun 2017. Jadi bukan sesuatu yang tiba-tiba muncul lalu menghabiskan anggaran,” tegas Farhan, Rabu (22/10/2025) usai kegiatan di Gedung PKK Kabupaten Ogan Ilir.
Ia menjelaskan, anggaran kegiatan tersebut bersumber dari APBDes masing-masing desa, bukan dari kantong Dinas PMD semata.
“Setiap desa memang sudah mengalokasikan untuk kegiatan pelatihan dan bimtek. Kalau dikalikan semua desa tentu besar nilainya, tapi itu bukan karena pemborosan — melainkan karena banyak desa yang ikut. Bahkan penyelenggaraannya pun dibagi per klaster,” ujarnya.
Menurutnya, pelatihan kali ini justru langkah efisiensi. Sebab, sesuai aturan terbaru, bimtek tak boleh lagi digelar di luar kabupaten. “Makanya semua dilaksanakan di sini, di gedung kabupaten. Kalau justru tidak dilaksanakan, itu baru jadi masalah,” tambah Farhan.
“Belum Waktunya Kami Menjerit” Nada senada disampaikan oleh Elvis, Kepala Desa Sukaraja Baru yang juga Ketua Forum Kades Kecamatan Indralaya Selatan. Ia menganggap narasi “kades menjerit” terlalu dini dan berlebihan.
“Belum waktunya kami menjerit. Kegiatan ini masih berjalan, belum selesai. Nantinya tentu ada evaluasi dan laporan dari BKAD maupun Dinas PMD,” ujar Elvis.
Menurutnya, gagasan bimtek seperti ini justru membantu para operator desa agar paham sistem digital pengelolaan keuangan dan pajak.
“Tanpa bimbingan dan pembinaan, operator tidak akan bisa menjalankan aplikasi seperti Siskeudes atau Jaga Desa dengan benar. Kami butuh pendampingan dari pihak yang paham teknisnya,” tambahnya.
BKAD: Dana Besar Karena Banyak Desa Ikut, Bukan Karena Mark-Up, " Sementara itu, Ketua BKAD Kecamatan Indralaya, Ruslan, memberikan penjelasan lebih teknis terkait angka yang disebut-sebut mencapai Rp340 juta. Menurutnya, total itu bukan satu proyek tunggal, melainkan akumulasi dari seluruh desa yang ikut pelatihan.
“Kalau dihitung, 227 desa dikalikan iuran Rp1,5 juta per desa, ya memang besar. Tapi itu dibagi jadi empat klaster, masing-masing mencakup empat kecamatan,” jelas Ruslan.
Dana tersebut, katanya, mencakup kebutuhan dasar kegiatan: konsumsi, transportasi peserta, hingga kuota internet untuk operator yang masih melanjutkan pekerjaan dari rumah. “Jadi bukan cuma duduk di ruangan, tapi mereka lanjut bekerja secara online. Bahkan nanti aplikasi pajak dan keuangan desa akan terintegrasi dengan Bank Sumsel dan KPP Pratama. Pembayaran pajak akan online, tidak manual lagi,” tambah Ruslan.
Ia menegaskan, kegiatan tersebut justru memperkuat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana desa. “Narasumbernya dari Kejari, dan ada aplikasi Jaga Desa yang diawasi langsung lembaga hukum. Ini bagian dari pembenahan sistem, bukan ajang bancakan,” tegasnya.
Saat Klarifikasi Jadi Tamparan Balik: Publik boleh saja curiga, boleh sinis dan tajam menilai. Namun di balik setiap angka dan kegiatan, ada proses panjang yang — bila tak dipahami utuh — bisa berubah menjadi fitnah publik.
Klarifikasi para kades dan BKAD hari ini seolah menjadi tamparan balik: bahwa tidak semua kegiatan bernilai ratusan juta harus dicurigai, tapi juga tidak boleh dibiarkan tanpa transparansi.
Rakyat berhak tahu, dan pejabat wajib menjelaskan.
Dan ketika publik menjerit karena isu efisiensi yang terasa tidak adil, di situlah pentingnya keterbukaan dan kejujuran: agar anggaran benar-benar menjadi alat pemberdayaan — bukan bahan bakar sensasi."(Team)
.png)

.png)
